Rabu, 26 Januari 2011

Vihara Gita Namaskara


Mari kita menghormati sang Buddha
Junjungan kita
Guru agung amatlah berjasa
Mengajarkan kita Kesunyataan
(Buddhang nu bhavena sada sotthi Bhavantute, Sadhu) Namo Buddhaya
(Dhammang nu bhavena sada sotthi Bhavantute, Sadhu) Namo Dhammaya
(Sangha nu bhavena sada sotthi Bhavantute, Sadhu) Namo Sanghaya

Gatha Pendupaan


Pendupaan….
Mulai Menghangat dan menyala Nyala….
Dharma dhatu, Dharma dhatu
Diliputi wanginya
Diliputi wanginya

            Wanginya di hadapan
            Persamuan nan Agung para Buddha
(Atau : Para Buddha yang sedang musyawarah)

Reff : Oh…., awan kebahagiaan
            Terbentuk dimana-mana
            Saat pujianku telah
            Berlimpah-limpah
            Para Buddha menampakkan dirinya
            Om Vajra Duphe a hum (3x)

Senin, 24 Januari 2011

Paritta Mahakaruna Dharani

Namo Ratna-Trayaya,
Namo Aryavalokitesvaraya Bodhisattvaya Mahasattvaya Mahakarunikaya
Om Sarva Abhaya Sunadasyah, Namo Sukrevemama Aryavalokitesvara Gabha
Namo Nilakantha Maha Bhadrasrame,
Sarvathasubhamajeyam, sarvasattva namawarga maha dhatu,
tadyata om aVALOKE-LOKITE-KALATE, HARI MAHA BODHISATTVA, SARVA SARVA,
MALA MALA MAHARDAYAM, KURU KURU KARMAM, KURU VIJAYATI,
mahavijayati, dhara dhara dharin suraya, chala chala, mama brahmarramukti,
ehi ehi, chinda chinda harsam prachali, basa basam presaya hulu hulu mala,
hulu hulu hile sara sara siri siri suru suru, bodhiya bodhiya,
bodhaya bodhaya, maitreya nilakanta darshinina, payamana svaha,
sidhaya svaha, maha sidhaya svaha, sidhayogesvaraya svaha,
nilakantha svaha, varahananaya svaha, simhashira mukaya svaha,
sarva maha sidhaya svaha, cakra sidhaya svaha, padmahastaya svaha,
nilakanthavikaraya svaha, mahasiskankaraya svaha, namo ratnatrayaya, namo arya valokitesvaraya svaha, om siddhyantu mantrapadaya svaha

Sariputta dan Monggalana

Sariputta lahir di desa Upatissa dekat Rajagaha. Karena ia adalah anak tertua dari keluarga utama didesa itu, nama pribadinya menjadi Upatissa. Ayahnya adalah seorang Brahma bernama Vanganta dan ibunya bernama Rupasari, oleh karena itulah ia dikenal sebagai Sariputta (Putera dari Sari). Ia mempunyai 3 adik laki-laki dan 3 adik perempuan (yang nantinya semua akan memasuki Sangha).

Sejak kecil Sariputta sudah memperlihatkan kepandaiannya yang istimewa. Awalnya ia belajar kepada ayahnya yang mempunyai pandangan yang bijaksana dalam pengetahuannya sebagai Brahmana. Ia mempelajari Kitab suci agama Hindu (Veda). Pada usia 8 tahun ia mulai belajar dengan seorang guru, dan pada usia 16 tahun ia sudah terkenal di tempat tinggalnya.

Pada hari kelahirannya, terlahir pula seorang anak laki-laki di desa Kolita, yang berdekatan dengan desa Nalaka (Upatissa) sehingga anak itu disebut Kolita.. Ayahnya adalah kepala desa dan ibunya adalah seorang Brahmana bernama Monggali sehingga anak itu disebut Monggalana. Keluarga Monggalana merupakan keluarga Brahmana penasihat raja, tinggal disebuah rumah besar yang dapat dibandingkan dengan istana raja di Rajagaha. Upatisa dan Kolita berteman sejak kecil.Mereka bersama-sama menikmati kesenangan hidup.

Sampai suatu ketika mereka menyadari bahwa pada akhirnya semua manusia akan mengalami kematian. Oleh karena itulah keduanya bersepakat untuk meninggalkan hidup keduniawian untuk mencari jalan yang dapat membebaskan diri dari kematian. Pada mulanya keluarga Monggalana menolak dengan keras karena keluarganya menaruh harapan besar kepada Monggalana yang mempunyai kemampuan yang luar biasa. Namun akhirnya mereka mengijinkannya karena menyadari tekad Monggalana yang kuat dan keputusannya yang mantap

Kemudian mereka pergi untuk berguru kepada seorang guru terkenal saat itu yang bernama Sanjaya. Karena kemampuannya yang luar biasa, Sariputta dan Monggalana segera diakui sebagai murid utama diantara murid-murid yang lainnya. Tetapi meskipun mereka telah menguasai semua ajaran yang telah diberikan oleh Sanjaya, mereka belum juga menemukan jalan pembebasan yang dicari Kemudian mereka berjanji bahwa siapa diantara mereka yang kelak lebih dulu memperoleh ajaran sempurna akan memberitahukan hal itu kepada yang lainnya.

Pada suatu pagi, Sariputta melihat YA Assaji, salah seorang bikkhu siswa pertama Sang Buddha, sedang menerima dana makanan di Rajagaha. Ia sangat terkesan melihat penampilan YA Assaji yang damai dan agung. Ia berpikir bahwa pastilah bikkhu itu telah mencapai arahat. Ketika YA Assaji Selesai makan, ia mendekati dan memberi salam untuk kemudian bertanya siapakah guru beliau dan ajaran apakah yang diajarkan oleh gurunya itu.

YA Assaji memberi tahukan bahwa gurunya adalah Sang Buddha Gotama dan bahwa beliau tidak dapat menerangkan ajaran tersebut secara panjang lebar karena belum lama menjadi bikkhu tetapi ia dapat menjelaskan artinya secara singkat. Kemudian beliau mengucapkan syair berikut :
“Ye dhamma hetuppabhava,
Tesam hetum tathagato aha;
Tesanca yo nirodho ca
Evam vadi mahasamano”
Artinya :
“Semua benda timbul karena suatu sebab,
‘Sebab’ itu telah diberitahukan oleh Sang Tathagatha;
Dan juga lenyapnya
Demikianlah yang diajarkan oleh
Sang Petapa Agung”

Mendengarkan syair tersebut, Sariputta memperoleh Mata Dhamma (Dhammacakkhu) dan menjadi seorang Sotappana (Orang yang mencapai tingkat kesucian pertama). Kemudian sariputta pergi menemui Monggalana dan menyampaikan peristiwa yang dialaminya dan mengulangi syair yang diucapkan oleh YA Assaji. Seketika itu Monggalana memperoleh Mata Dhamma dan juga menjadi seorang Sottapana. Dan setelah itu mereka menyampaikan hal ini kepada Sanjaya. Namun Sanjaya menolak untuk pergi bersama 250 murid Sanjaya ke Vihara Veluvana untuk menemui Sang Buddha. Mereka memohon penahbisan dan Sang Buddha menerima mereka ke dalam Sangha dengan kata-kata ‘Ehi Bikkhu’.

7 hari setelah ditahbiskan menjadi bikkhu, Monggalana pergi menyepi didesa Kallavalamuttagama untuk melatih diri dengan sunguh-sunguh dalam meditasi. Ketika suatu kali beliau merasa mengantuk dan kehilangan semangat, Sang Buddha menampakkan diri di hadapannya dan memberi petunjuk sehingga Monggalana dapat mengatasi perasaan itu. Dengan melaksanakan petunjuk itu, Monggalana berhasil mencapai tingkat kesucian Arahat (Tingkat kesucian tertinggi)

15 hari setelah ditahbiskan menjadi bikkhu, Sariputta berdiam diri bersama Sang Buddha di gua Sukarakhta di gunung Gijjhakuta (Puncak Burung Nasar) di kota Rajagaha. Seorang Paribbajaka bernama Dighanakha dari keluarga Aggivesana pada suatu hari menghampiri Sang Buddha dan bertanya kepada Sang Buddha. Sang Buddha kemudian mengkhotbahkan Vedabapariggha kepada petapa tersebut. Mendengar sutta itu Sariputta pun menjadi seorang Arahat

YA Sariputta dan YA Monggalana merupakan siswa-siswa yang mulia dan termashyur, merupakan siswa kepala (Aggisavaka) yang membantu Sang Buddha dalam menyampaikan ajaran kepada dunia. Dalam suatu pertemuan para bikkhu, Sang Buddha menyatakan bahwa YA Sariputta adalah siswa yang terkemuka dalam kebijaksanaan, dan YA Monggalana adalah yang terkemuka dalam kekuatan gaib. Dalam hal kebijaksanaan, YA Sariputta adalah yang kedua setelah Sang Buddha. Beliau sangat ahli dalam mengajarkan tentang sebab akibat, Empat kesunyataan mulia dan jalan utama berunsur 8. beliau amat pandai menguraikan dengan terperinci intisari ajaran Sang Buddha kepada orang lain. “Bila kamu meninggalkan kehidupan keduniawian dan menjadi bikkhu, kamu harus seperti Sariputta dan Monggalana. Berusahalah untuk mendekati dan meminta mereka untuk mengajarimu

Setelah memperoleh kekuatan gaib, YA Monggalana menggunakan kekuatannya itu untuk mencari dimana ibunya terlahir kembali dan mencoba untuk membalas budi kepada ibu yang mengasuhnya hingga ia dewasa. Setelah menyelidiki, ditemukanlah bahwa ibunya terlahir kembali di alam neraka dan amat menderita. Melihat hal itu, YA Monggalana segera menggunakan kekuatan gaibnya mengirimkan makanan kepada ibunya. Tetapi pada saat ibunya mencoba memasukkan makanan ke mulutnya, makanan itu terbakar menjadi nyala api dan menyebabkan penderitaan yang lebih hebat dari sebelumnya.

Beliau merasa iba dengan keadaan ibunya itu, YA Monggalana bertanya kepada Sang Buddha apa yang harus dilakukannya untuk menolong ibunya. Sang Buddha bersabda “ Kekuatanmu sendiri tidak mampu untuk mengatasi akibat perbuatan buruk yang telah dilakukan oleh ibumu. Kamu harus memberi persembahan kepada para bikkhu dan meminta mereka untuk mendoakan ibumu. Doa mereka akan dapat membebaskan ibumu dari neraka”.

YA Monggalana melaksanakan apa yang disampaikan oleh Sang Buddha dan jasa perbuatan baik yang dilakukannya dengan memberikan persembahan kepada para bikkhu untuk dilimpahkan kepada ibunya dan untuk membebaskan ibunya dari alam neraka.

YA Sariputta dikenal sebagai siswa kepala, tetapi beliau tidak mementingkan diri sendiri. Beliau adalah seseorang yang tahu berterima kasih, rendah hati, penuh belas kasihan dan sabar. Beliau senang mengunjungi bikhu-bikhu lain yang sakit. Ketika bhikkhu-bhikkhu lain sedang melakukan pindapata, beliau mengelilingi seluruh bangunan vihara, menyapu tempat-tempat yang belum tersapu, mengisi saluran-saluran yang kosong dengan air, mengatur perabotan dan sebagainya.

Khotbahnya, Sangiti citanya dan Dasasuttara Sutta adalah permulaan dari cita-citanya mengulangi ajaran Sang Buddha adalah Dhammaraja (Raja dari ajaran), maka YA Sariputta adalah Dhammasenapati (Panglima dari ajaran)

Pada suatu ketika, Sang Buddha pergi ke Vihara Jetavana meninggalkan YA Sariputta dan YA Monggalana di Vihara Hutan Bambu. Suatu hari YA Monggalana menemui YA Sariputta dan berkata bahwa beliau baru saja berbicara dengan Sang Buddha. Dengan takjub YA Sariputta bertanya, “Bagaimana caranya anda berbicara dengan Beliau yang berada di tempat yang sangat jauh, melewati sungai dan gunung di Vihara Jetavana?” YA Monggalana menjawab bahwa dengan kekuatan gaibnya beliau dapat berbicara dengan Sang Buddha dan Sang Buddha menguraikan ajaran kepadanya. Mendengar hal itu, YA Sariputta berkata dengan kagum, “Sahabatku, kita semua harus menghormatimu, dekat denganmu, dan berusaha keras untuk menjadi seperti dirimu, bagaikan batu kecil yang menyerupai Gunung Himalaya yang amat tinggi.

YA Monggalana sangat menghormati YA Sariputta. Pada suatu kesempatan, mendengar YA Sariputta menjelaskan dengan sangat fasihnya tentang 4 Jalan untuk kebebasan, YA Monggalana berkata dengan penuh kekaguman, “Sahabatku, ajaranmu bagaikan makanan untuk mereka yang lapar, dan bagaikan minuman untuk mereka yang haus”. Sang Buddha memuji mereka dengan menyatakan “Sariputta bagaikan seorang ibu yang melahirkan dengan membangunkan pikiran untuk mencari jalan kebebasan. Monggalana bagaikan pengasuh yang merawat si anak untuk mengembangkan pikiran kebebasan. Semua bikkhu yang melatih diri hendaklah mengambil kedua siswaku sebagai contoh dan berjuang untuk menyamai mereka untuk mencapai kesempurnaan diri sendiri”.

Ketika Sang Buddha mengunjungi kerajaan Sakya, Rahula, puteranya meminta harta kepadanya. Untuk memberi harta yang agung kepada Rahula, Sang Buddha meminta YA Sariputta untuk menahbiskan Rahula. YA Sariputta menjadi Upajjhaya dari Rahula sedangkan YA Monggalana menjadi Acariya bagi Rahula. Ketika Sang Buddha mengkhotbahkan Abhidhamma kepada ibunya dan dewa-dewa di surga Tavatimsa, YA Monggalana tinggal bersama orang-orang yang menunggu kembalinya Sang Buddha. Sementara itu, setiap hari pertama Sang Buddha pergi kedanau Anottata untuk mandi dan istirahat siang, YA Sariputta mengunjungi Sang Buddha dan mempelajari semua yang telah dikhotbahkan. Setelah itu beliau mengajarkan kepada 500 siswanya

Pada saat Devadatta menimbulkan perpecahan di antara para Bikkhu dan membawa 500 bikkhu yang baru ditahbiskan ke Gayasisa, Sang Buddha mengirim kedua Siswa Kepala untuk membawa mereka kembali. Mereka berhasil melaksanakan tugas tersebut dan kembali kepada Sang Buddha bersama ke-500 bikkhu tersebut

Kurang lebih 6 bulan sebelum Sang Buddha wafat, YA Sariputta merasa bahwa akhir hidupnya telah menjelang. Beliau memohon izin kepada Sang Buddha untuk mencapai Parinibbana (Wafat). Setelah diijinkan, YA Sariputta pulang ke desa Nalaka yang merupakan tempat kelahirannya. Para dewa dan Brahma mengunjunginya sehingga membuat ibunya takjub karena Brahma yang dipujanya ternyata menghormati puteranya.

Pada saat itulah YA Sariputta mengajarkan Dhamma kepada ibunya dan membuatnya yakin kepada Sang Tiratana. Kepada seorang bikkhu yang ikut bersamanya, beliau berkata, “Saya telah bersama-sama denganmu selama lebih dari 40tahun. Kalau saya mempunyai kesalahan, maafkanlah saya”. Itulah kata-katanya yang terakhir. Malam itu beliau merebahkan dirinya ditempat tidur dan dengan tenang mencapai Parinibbana (Wafat). Relik beliau dibawa ke Savatthi dan Sang Buddha memerintahkan membuat cetiya untuk menyimpan relik tersebut.

Monggalana sering mengunjungi surga dan alam lain serta membawa berita dari orang yang sudah meninggal dunia dengan kekuatan gaibnya. Beliau mengunjungi alam Sakka dialam surga, bahkan Dewa Brahma Baka di alam Brahma, dan banyak orang penting dan membuat mereka yakin akan ajaran Sang Buddha. Dengan kekuatan gaibnya pula beliau mengajar Dhamma. Banyaknya orang yang mengikuti ajaran Sang Buddha menimbulkan iri hati dari kelompok kepercayaan lain. YA Monggalana yang membabarkan ajaran Sang Buddha secara terbuka dan menentang kepercayaan lain sering menjadi sasaran orang-orang itu.

Suatu ketika, mereka ingin mempermalukan YA Monggalana dengan mengirim seorang pelacur untuk merayu YA Monggalana. Namun YA Monggalana dengan kekuatan gaibnya dapat mengetahui keadaan pelacur itu dan membimbingnya untuk memiliki keyakinan kepada ajaran Sang Buddha.

Pada akhirnya, YA Monggalana dibunuh oleh orang-orang yang membencinya. Mereka menyewa penjahat untuk menyerang beliau pada saat bermeditasi di gunung. Meskipun batu-batu mematahkan tulangnya, namun YA Monggalana bertekad kembali ke Vihara Hutan Bambu untuk bertemu dengan Sang Buddha. Setelah itu barulah beliau mencapai Parinibbana. Jenazahnya diperabuhkan dan reliknya diletakkan dalam sebuah cetiya pada pintu masuk vihara Veluvana di Rajagaha. Kini relic itu dapat dijumpai pada salah satu stupa di Sanchi, India